Saturday, 30 May 2009

DIA yang tidak dikenal sebagaimana mestinya

by Ishak for everyone



Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya...(QS Al An’Am : 91)

Di dalam sebuah tafsir dijelaskan bahwa ayat tersebut bermakna “Mereka tidak mengenal Allah (makrifat) sebagaimana seharusnya Dia dikenal.”

Diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Nabi saw bersabda, “Pondasi sebuah rumah adalah dasarnya. Pondasi agama adalah pengenalan kepada Allah swt, yakin, dan akal yang teguh.”

Aisyah lalu bertanya, “Demi ayah dan ibuku, menjadi tebusanmu, apakah akal yang teguh itu ?” Beliau menjawab, “Menjaga dari maksiat terhadap Allah dan bersemangat dalam mentaati Allah swt. (Dikeluarkan oleh ad-Dailamy, dari Aisyah ra.)

Imam Al Qusyairi mengatakan bahwa ditinjau dari segi bahasa, para ulama mengartikan makrifat sebagai ilmu. Semua ilmu adalah makrifat, dan semua makrifat adalah ilmu.

Hal itu berarti setiap orang yang mempunyai ilmu (‘alim) tentang Allah swt, berarti seorang yang arif.

Di kalangan para sufi, makrifat adalah sifat dari orang yang mengenal Allah swt, melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan berlaku tulus kepada Allah swt dalam muamalatnya, kemudian menyucikan dirinya dari sifat-sifat yang rendah dan cacat, yang terpaku lama di pintu (ruhani), dan yang senantiasa i’tikaf dalam hatinya. Kemudian dia menikmati keindahan dekat hadirat-Nya, yang mengukuhkan ketulusan dalam semua keadaannya. Memutuskan segala kekotoran jiwanya, dan dia tidak mencondongkan hatinya kepada pikiran apapun selain Allah, sehingga ia menjadi orang asing di kalangan makhluk. Ia menjadi bebas dari bencana dirinya, bersih dan tenang, senantiasa abadi dalam sukacita bersama Allah swt, dalam munajatnya. Di setiap detik senantiasa kembali kepada-Nya, senantiasa berbicara dari sisi Al-Haq melalui pengenalan rahasia-rahasia-Nya.

Dan ketika Allah swt, mengilhaminya dengan membuatnya menyadari rahasia-rahasia-Nya akan takdirnya, maka pada saat itu ia disebut orang arif, dan keadaannya disebut ma’rifat. Jelasnya, frekuensi keterasingannya terhadap dirinya sendiri (dan seluruh makhluk yang ada) semata karena sukses ma’rifatnya kepada Allah swt.

Beberapa orang shaleh berbicara mengenai ma’rifat dan ahlinya (orang arif) sebagai berikut :

Syaikh abu Ali ad-Daqqaq berkata, “Salah satu tanda ma’rifat adalah munculnya haibah (rasa takut disertai penghormatan yang luar biasa / gentar) dari Allah swt. Barang siapa bertambah makrifatnya, maka bertambah pula haibah-nya. Saya juga mendengar, beliau juga menyatakan, “makrifat membawa ketenteraman dalam hati sebagaimana pengetahuan membawa kedamaian. Jadi, orang yang makrifatnya bertambah, maka bertambah pula ketenteramannya.

Asy-Syibly berkata, “Bagi sang arif tidak ada keterikatan, bagi sang pencinta tidak ada keluhan, bagi sang hamba tidak ada tuntutan, bagi orang yang takut kepada Allah tidak ada tempat yang aman (dari-Nya), dan bagi setiap orang tidak ada jalan lari dari Allah.”

Al Junayd menyatakan, “Seorang arif tidak akan menjadi ‘arif sampai dia menjadi seperti bumi : diinjak oleh orang yang baik maupun yang jahat, dan sampai dia menjadi seperti awan : menaungi semua makhluk, dan sampai dia menjadi seperti hujan : menyirami segala sesuatu, baik yang mencintainya maupun yang membencinya.

Yusuf bin Ali menegaskan, “Seorang tidak akan menjadi ‘arif sejati sampai seandainya kerajaan Sulaiman as., diberikan kepadanya, maka kerajaan itu tidak akan memalingkan perhatiannya sekejap mata pun dari Allah swt.

Dzun Nuun al-Mishry ditanya, “Dengan apa engkau mengenal Tuhanmu ?” Dia menjawab, “Aku mengenal Tuhanku dengan Tuhanku. Kalaulah tidak karena Tuhanku, niscaya aku tidak akan mengenal Tuhanku.

Asy-Syobly mengatakan, “Sang arif tidaklah berurusan selain dengan Dia. Dan tidak pula dia berbicara dengan pembicaraan tentang sesuatu selain-Nya, dan tidak melihat satu pelindung pun bagi dirinya selain Allah swt.

Dikatakan, “sang arif memperoleh kesenangan dengan dizikir kepada Allah swt dan ditakuti oleh makhluk-Nya. Dia membutuhkan Allah swt., Dia membuatnya tidak butuh kepada makhluk. Sang arif selalu merasa hina dihadapkan Allah swt, lantas Allah memuliakannya dihadapkan makhluk-Nya.

Abu ath-Tahyyib as-Samari mengatakan, “Ma’rifat adalah munculnya Al Haq di lembah batin melalui cahaya yang terus menerus memancar.

Al Junayd mengatakan, “Seorang arif adalah yang berbicara haq dari batinnya, sedangkan ia sendiri dalam keadaan diam.

Dun Nuun al Mishry mengatakan, “tanda seorang arif ada tiga : Cahaya ma’rifatnya tidak meniup cahaya wara-nya, dia tidak percaya pada pengetahuan batin apabila merusak hukum-hukum lahir, dan melimpahnya rahmat Allah swt kepadanya tidak mendorongnya untuk merobek tirai yang menutupi kehormatan Allah swt.

Dikatakan, “orang yang arif bukanlah orang yang berbicara tentang makrifat di hadapan generasi akhirat, dan lebih-lebih lagi bukan arif jika dia berbicara tentang hal itu di hadapan orang yang terikat pada dunia.

Muhammad Ibnu Fadhl berkata, “makrifat adalah hidupnya hati bersama Allah swt.

Mungkin inilah arti sabda Nabi saw :Aku tak bisa memuji-Mu sepenuhnya (HR. Baihaqi)

Sunday, 24 May 2009

Hukum bertarekat



Karena pertanyaannya sebagian besar menginginkan dalil-dalil, maka kami menjawabnya dengan dalil-dalil, sebagian besar kami ambil dari buku:

Permasalahan Thariqah, Hasil Kesepakatan Muktamar & Musyawarah Besar Jami’ah Ahlith Thariqah Al-Muktabarah Nahdlatul Ulama (1957-2005M), Penghimpun : K.H. A. Aziz Masyhuri diterjemahkan oleh : Achmad Zaidun.

1.Hukum Masuk Thariqah
Tanya : Bagaimana pendapat muktamirin tentang hukum masuk Thariqah dan mengamalkannya?

Jawab : Jikalau yang dikehendaki masuk thariqah itu belajar membersihkan dari sifat-sifat yang rendah, dan menghiasi sifat-sifat yang dipuji, maka hukumnya fardhu ‘ain. Hal ini seperti hadis Rasulullah Saw, yang artinya: "Menuntut ilmu diwajibkan bagi orang Islam laki-laki dan Islam perempuan".

Akan tetapi kalau yang dikehendaki masuk Thariqah Mu’tabarah itu khusus untuk dzikir dan wirid, maka termasuk sunnah Rasulullah Saw.1

Adapun mengamalkan dzikir dan wirid setelah baiat, maka hukumnya wajib, untuk memenuhi janji. Tentang mentalqinkan (mengajarkan) dzikir dan wirid kepada murid, hukumnya sunat. Karena sanad Thariqah kepada Rasulullah Saw, itu sanad yang shahih.

Keterangan dari kitab:
1.
Al-Ma’aarif al-Muhammadiyah, hal. 81;
2.
Al-Adzkiyaa
Al-adzkiyaa’: Pelajarilah ilmu yang membuat sah ibadahnya.
Al-Ma’ararifah al-Muhammadiyyah, hal. 81: Sanad para wali kepada Rasulullah Saw. Itu benar (shahih), dan shahih pula hadis bahwa Ali ra. Pernah bertanya kepada Nabi Saw. Kata Ali, "Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku jalan terdekat kepada Allah yang paling mudah bagi hamba-hamba-Nya dan yang paling utama bagi Allah!" Rasulullah Saw. Bersabda, ‘Kiamat tidak akan terjadi ketika di muka bumi masih terdapat orang yang mengucapkan ‘Allah’.

Dasar lainnya adalah firman Allah Swt. ‘Penuhilah janji, sesunggunhya janji itu akan diminta pertanggungjawabannya’". (Al-Israa’; 34).

2.Murid Pindah Thariqah
Tanya : Apakah boleh seorang murid Thariqah pindah dari satu thariqah kepada Thariqah yang lain?.

Jawab : Haram pindah dari satu Thariqah kepada Thariqah yang lain. Namun dapat dikatakan : Boleh pindah, apabila dia dapat menetapi kepada Thaiqah yang sudah dimasuki dan istiqamah (tekun) pada tuntunannya.

Keterangan dari kitab-kitab:2 )
1.
fataawa al-Haditsiyah, hal.50;
2.
majmu’ah al-rasail, hal. 114;
3.
ahkaamul Fuqaha, soal no. 173.

Al-fataawa al-hadiitsiyah, hal 50: Barangsiapa telah menyatakan baiat kepada seorang mursyid, dan mampu melaksanakan isi baiatnya, dan telah mendapat pancaran rohani darinya dengan sifat yang pertama dan kedua, maka haram baginya –menurut mereka (para ulama)-meninggalkan mursyid tersebut dan beralih ke mursyid yang lain.

Majmu’ah al-rasaail,. Hal: 114: Ketahuilah bahwa Thariqah-Thariqah yang ma’tsur, yang masyhur, yang sanadnya bersambung dari para guru thariqah terdahulu sampai belakangan adalah seperti empat madzhab dalam hal perpindahan dari satu madzhab ke madzhab yang lain, yaitu boleh, dengan syarat bidang yang dimasuki oleh orang yang berpindah madzhab itu harus utuh dengan senantiasa menetapi tata kramanya.

3. Mursyid Melarang Muridnya Menerima Baiat dari Mursyid lain

Tanya : Apakah boleh seorang mursyid melarang sebagian muridnya menerima baiat dari mursyid yang lain?

Jawab : Boleh, kalau di dalam melarang itu untuk mengarahkan murid pada apa yang menjadikan kemaslahatannya.

Keterangan dari kitab:
Tanwiir al-quluub hal. 536: Yang kedua belas adalah mursyid tidak boleh lengah dalam membimbing murid-muridnya kepada apa yang menjadikan kebaikan bagi diri mereka.

4. Tidak Bersanad Mengajarkan Thariqah

Tanya : Apakah boleh orang yang tidak mempunyai sanad yang sambung kepada Rasulullah Saw mengajarkan thariqah kepada murid? Apakah boleh memberi ijazah kepadanya?

Jawab : Tidak boleh, kalau thariqah itu Thariqah Mu’tabarah seperti Thariqah Naqsyabandiyah, Qadriyah, Khalidiyah, dan semacamnya, yaitu Thariqah yang silsilahnya sampai kepada Rasullullah.

Keterangan dari kitab:
1.
Khaziinah Al-asraar, hal. 188.
2.
Ushuul al-Thariiq, hal. 89.
3.
Tanwir al-Quluub, hal. 534

Khaziinah Al-asraar, hal. 188: Orang yang silsilah/sanadnya tidak bersambung kehadirat Nabi saw. Itu terputus dari pancaran rohani dan ia bukanlah pewaris Rasullullah Saw. Serta tidak boleh membaiat dan memberi ijazah.

Ushuul al-Thariiq, hal. 89: Semua ulama salaf sepakat bahwa orang silsilahnya tidak bersambung kepada guru-guru thariqah dan tidak mendapat izin untuk memimpin umat di majlis thariqah, tidak boleh menjadi mursyid, tidak boleh membaiat, tidak boleh mengajarkan dzikir dan amalan-amalan lain dalam thariqah.

Tanwir al-Quluub, hal. 534: tidak boleh menjadi guru thariqah dan mursyid kecuali setelah mendapat penempaan dan izin, sebagaimana kata para imam, karena sudah jelas bahwa orang yang menjadi guru thariqah tanpa mendapat izin itu bahayanya lebih besar daripada kemashlatannya, dan ia memikul dosa sebagai pembegal/penjambret thariqah, serta jauh dari derajat murid yang benar, apalagi dari derajat guru thariqah yang arif.

5. Hukum Peringatan Haul (Hari Wafat)

Tanya : Apakah peringatan hari wafat (haul) termasuk bid’ah atau memang ada nash dari hadis?

Jawab : Sesungguhnya peringatan hari wafat (haul) ada nash hadis dari perbuatan Rasullullah Saw., Abu Bakar, Umar ra, dan utsman ra.

Keterangan dari kitab:
1.
Syaarah al-Ihyaa’,X
2.
Kitab nahju al- balaaqhah, hal. 394-396.
3.
Kitab manaaqib sayyidi al-syuhada’ Hamzah ra., hal. 15.

Syaarah al-Ihyaa’, juz X Yang menjelaskan ziarah kubur. Al-Baihaqi meriwayatkan dari Al-Waqidi mengenai kematian, bahwa Nabi Saw. Senantiasa berziarah ke makama para syuhada’ di bukit Uhud setiap tahun dan sesampainya di sana beliau mengucapkan salam dengan mengeraskan suaranya, "Salaamun’alaikum bimaa shabartum fani’ma’uqbaddaar" (QS. Al-Ra’d: 24. Artinya: keselamatan tetap padamu berkat kesabaranmu, maka betapa baiknya tempat kesudahan itu).

Abu bakar juga berbuat seperti itu setiap tahun, kemudian Umar lalu Utsman. Fatimah juga pernah berziarah ke bukit Uhud dan berdoa. Sa’d bin Abi Waqqash mengucapkan salam kepada para syuhada’ tersebut kemudian ia menghadap kepada para sahabatnya lalu berkata, "mengapa kamu tidak mengucapkan salam kepada orang-orang yang akan menjawab salam mu?"

Keterangan yang sama juga terdapat dalam kitab Nahju al- balaaqhah, hal. 394-396, dan Kitab manaaqib sayyidi al-syuhada’ Hamzah ra.

Oleh Sayyid Ja’far al Barzanji hal. 15: Rasulullah Saw. Senantiasa berkunjung ke makam para syuhada’ di bukit Uhud pada penghujung setiap tahun dan beliau mengucapkan "Salaamun’alaikum bimaa shabartum fani’ma’uqbaddaar" (Artinya: keselamatan tetap padamu berkat kesabaranmu, maka betapa baiknya tempat kesudahan itu. QS. Al-Ra’d: 24.). ini tepat sebagai dalil/dasar orang-orang madinah yang melakukan ziarah rajabiyyah (pada bulan rajab) ke makam sayyidina Hamzah yang di tradisikan oleh Syaikh Junaid al-Masyra’I karena ia pernah bermimpi bertemu dengan sayyidina Hamzah yang menyuruhnya melakukan ziarah tersebut.3)

6. Cara Rabithah kepada Mursyid dengan Tata Sila Kesembilan

Tanya : Bagaimana cara rabithah kepada syaikh mursyid yang disebut dalam tata sila kesembilan dalam kitab Tanwiir al-Quluub tentang cara berdzikir?

Jawab : Cara rabithah yang ditanyakan tersebut yaitu menggambarkan rupa guru antara dua matanya, kemudian menghadapkan jiwa kepada rohaniyah dalam gambar itu pada permulaan dzikir sampai hasilnya merasa jauh dari dunia. Itulah yang dikehendaki tata sila yang kesepuluh.

Keterangan dari kitab:
1.
Tanwiir al-Quluub, hal. 518.
2.
Al-Bahjah a-Saniyyah, 40.

Al-Bahjah a-Saniyyah, 40: Ketahuilah bahwa menghadirkan rabithah itu bermacam-macam. Pertama, murid menggambarkan/ membayangkan rupa gurunya yang sempurna di hadapannya, kemudian ia bertawajjuh (berkonsentrasi) kepada rohaniyyah di dalam rupa gurunya tersebut dan terus bertawajjuuh seperti itu sampai ia jauh dari dunia atau mendapatkan atsar/dampak kejadzaban.

Tanwiir al-Quluub, hal. 518: Murid wajib berusaha memperoleh pancaran rohani ari gurunya yang sempurna yang fana’ di dalam Allah (larut/tenggelam di dalam sifat-sifat ketuhanan –pen), dan sering berkonsentrasi pada rupa gurunya agar semakin kuat pancaran rohani yang diterima dari gurunya pada saat tidak bertemu secara fisik seperti ketika bertemu secara fisik, sehingga dengan konsentrasi tersebut murid merasakan gurunya benar-benar hadir dan merasakan nur yang sempurna…

7. Ocehan Bahwa Thariqah tidak Termasuk Sunah Nabi

Tanya : Bagaimana hukumnya orang yang melarang orang masuk Thariqah Mu’tabarah seperti Thariqah Naqsyabandiyah khalidiyyah, Qadiriyah, Syathariyyah dan sebagainya, dan dia berkata bahwa Thariqah tersebut tidak termasuk sunnah Rasulullah Saw.?

Jawab : Kalau tujuan melarang itu ingkar kepada thariqah maka orang itu menjadi kufur.

Keterangan dari kitab:
Jaami’u al-ushuuli al-auliyaa’,hal. 136: Jauhilah ucapan, "Thariqah orang-orang sufi itu tidak diajarkan dalam Al-Quran dan hadis", karena orang yang berkata seperti itu adalah kafir. Semua thariqah orang-orang sufi itu sesuai dengan akhlak dan perilaku Nabi Muhammad Saw. serta ajaran Allah.

Demikian jawaban yang kami berikan atas pertanyaannya, Jawaban yang kami kutip langsung dari buku ini mudah-mudahan bisa menjawab beberapa pertanyaan yang pernah diajukan oleh pengunjung, pada kesempatan lain akan kami lanjutkan lagi tanya jawabnya, pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi kami berikan jawaban langsung via email.
http://sufimuda.wordpress.com/2008/05/07/7-tanya-jawab-tantang-thariqat/">http://sufimuda.wordpress.com/2008/05/07/7-tanya-jawab-tantang-thariqat/