Banyak muslim yang masih saja enggan untuk mempelajari sunah Rasul. Mereka menjalani Islam hanya dengan pegangan Al-Quran saja, karena menganggap Al-Quran adalah kitab tertinggi yang kalimat-kalimatnya dituliskan langsung oleh Allah SWT. Orang-orang ini tidak mau mengenal Rasulallah, tidak mau mengetahui pribadi beliau, tidak mau mencontoh sifat beliau, dan/atau mempedomani cara hidup beliau. Cukup Al-Quran saja.
Saudaraku, tahukah anda, bahwa ketika kita dibangkitkan kembali di alam barzah, setelah kita dihidupkan kembali dari alam kubur, kita akan berada di sebuah tempat dimana setiap anak manusia akan berdiri pada barisannya masing-masing. Barisan itu adalah barisan yang menunjukkan siapa imam yang kita ikuti. Umat nabi Musa, akan berdiri di barisan nabi Musa. Umat nabi Ibrahim akan berdiri di barisan nabi Ibrahim, pengikut Firaun akan berdiri di barisan Firaun, pengikut Abu Jahal akan berdiri di barisan Abu Jahal, demikian seterusnya.
Bagaimana dengan kita? Di barisan manakah kita akan berada nanti? Kita, mengaku sebagai umat nabi Muhammad, tapi apakah kita mengenalnya? Apakah kita pernah membaca kisah dan mengikuti sunnah yang ditinggalkannya dalam Al Hadist? Pantaskah kita berada di barisan Rasulallah dan minta syafaat dari Beliau?
Dalam sebuah hadist qudsi, dikisahkan pada suatu hari Rasulallah sedang berkumpul bersama sahabat-sahabatnya. Seorang sahabat bertanya, “Ya Rasul, siapakah mahluk yang nantinya paling mulia di sisi Allah?”
Rasulallah, Saw tidak langsung menjawab, melainkan balik bertanya kepada sahabat yang lain. “Menurut kalian siapa?” Satu sahabat menjawab, “Pasti malaikat. Karena malaikat adalah mahluk yang dapat berkomunikasi langsung dengan Allah.”
Rasulallah menggeleng. “Malaikat sudah pasti mulia. Dari dulu hingga nanti. Tidak ada dosa dan cela, hanya ibadah saja.”
Sahabat yang lain menyahut. “O, saya tau. Kami ya Rasul! Kami sahabat-sahabat Engkau. Pasti kami yang nanti paling mulia di sisi Allah…”
Rasul kembali tersenyum, seraya berkata, “Tentu saja kalian mulia. Kalian hidup di jamanku, kalian mengenal aku, dekat dengan aku, berkomunikasi dengan aku dan mengikuti sunnahku.”
Semua sahabat bingung. “Lantas, siapa mahluk yang paling mulia nanti di sisi Allah ?”
Rasulallah diam. Tak lama kemudian Beliau mulai menangis. Dan Rasul pun berkata, “Mahluk yang paling mulia nanti di sisi Allah adalah manusia yang hidup setelah aku, tidak bertemu denganku, tidak bercakap denganku. Namun…dia mengenalku…. dan dia mengkuti sunnahku…” Air mata Rasulallah makin bercucuran.
Saudaraku, bahkan di penghujung hidupnya saat nyawa tinggal di tenggorokan, Rasulallah tiada memikirkan hal lain kecuali kita, umatnya. Bukan Fatimah putrinya, bukan Aisyah istrinya, bukan para sahabatnya. Tapi kita. “Ummati…ummati…,” “Umatku…umatku….”, demikian bisiknya.
Apakah ada, orang lain yang mencintai kita, yang memikirkan kita hingga sedemikian, kecuali Rasulallah Muhammad Saw….
Allah adalah perbendaharaan yang tersembunyi. Allah ciptakan bumi langit beserta isinya, adalah karena Allah ingin dikenal, oleh manusia. Allah turunkan Muhammad untuk menjadi teladan, karena logika manusia tak akan tembus jika malaikat yang dijadikan contoh. Al-Quran adalah benang merah, “What”-nya. Al-Hadist adalah manualnya, “How”-nya.
Dengan mengenal Rasul, kita akan mengenal Allah. Mencintai Rasul, maka kita mencintai Allah. Karena Rasulallah mengajarkan bagaimana mencintai Allah dengan sunnah2nya, dan bagaimana menggapai spiritualitas yang sebenar-benarnya. Bukan hanya ritual kosong, tanpa spirit di dalamnya.
Lebih jauh, melalui Al-Hadist juga diajarkan bagaimana cara agar kita dicintai Allah. Mencintai dan dicintai…, relationship yang mutualisme… Mungkinkah? Insya Allah, sangat mungkin.
Ya Rasul Salam ‘alaika. Ya Habib Salam ‘alaika. Sholawatullah ‘alaika.
-Miryatie Altaf-
Aku ngutip artikel ini dari sahabatku Mir (angsahitam@wordpress.com)..jutaan terima kasih.