فباىالا ء ربكما تكذ بن
”Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang hendak engkau dustakan?”Qs Ar-Rahman.
Berderau hati aku dan tebal kelopak mata aku sekiranya imam membaca sampai kepada ayat di atas. Sebanyak 31 kali Allah menyebutnya berulang2. Sebenarnya dianjurkan kita bermuhasabah diri. Dan bermujahadah kepadaNya.
Kalau hendak dihitungkan nikmat Allah pada kira, Allah…tidak terhitung banyaknya. Nikmat kesihatan, nikmat berkeluarga, nikmat kekayaan (rezeki), nikmat itu dan ini yang tidak mampu diungkapkan dan tidak mampu dituliskan.
Sedikit saja musibah datang kepada kita (akulah). Kelam kabut aku dibuatnya. Makan tidak lalu, tidur tidak lena, fikiran terganggu dan kekadang bersolat pun sampai ke tahap gaban habis…sungguh khusyuk hatta mengalirkan air mata. Alhamdulillah sekiranya sampai ke tahap ini. Dan ada ketika syaitan berjaya memesongkan perhatian hingga aku cepat melatah, cepat naik angin dan suka marah-marah. Anak bini jadi mangsa. Astaqfirullahil a’zhim!
Jadi aku teringat satu kesah di mana Allah SWT pernah berfirman kepada Nabi Musa as. Ini terdapat dalam Al-Quran, surah An-Nazi’at ayat 17.
اذ هب الى فر عون انه طغى
“Pergilah kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas”.
Maka berjawab Nabi Musa as: “Wahai Tuhanku! Bagaimana dengan keluargaku dan kambing-kambingku?”.
Lalu Allah bertanya padanya: “Jika engkau sudah punyai Aku, buat apa engkau masih ingat kepada selain Aku?! Hei Musa! Pergilah, dan teguhkanlah hatimu serta serahkan semua urusanmu kepadaKu, nanti Aku akan jadikan serigala mengembalakan semua kambing-kambingmu itu, dan para Malaikat pula akan melindungi keluargamu”!.
Hei Musa! Siapakah yang menyelamatkanmu dari bahaya sungai (Nil) ketika ibumu membuangmu ke dalam sungai itu? Kemudian siapa pula yang mengembalikanmu kepada ibumu sesudah itu? Siapa yang menyelamatkanmu dari musuhmu Firaun, apabila engkau membunuh orangnya? Dan siapa pula yang menyelamatkanmu daripada padang pasir kering kontang ketika engkau melarikan diri dari Firaun?.
Setiap Allah mengajukan pertanyaan itu kepada Nabi Musa as, beliau menjawab: Engkaulah!...Engkaulah!....Engkaulah! hingga ke akhirnya.
Dari kesah diatas, kita dianjurkan menggantungkan diri dan harapan hanya sanya kepada Allah jua dan sekiranya kepada selain daripada Allah, maka kita adalah terhina dan tersia-sia, jadi terkeluarlah kita dari batas2 ubudiyah (perhambaan), sebab batas perhambaan itu ialah membiarkan pilihan di tangan Allah Yang Maha Kuasa. Kita tidak ada kuasa apa-apa. Kita sangat berkehendak kerana sifat kita yang lemah. Semua yang ada pada diri kita semuanya dari pemberian Allah. Kita tiada apa-apa!. Laahaulawala quuwatailla billa hil aliyyil a’zhim.
“Tuhanmu mencipta apa-apa yang dikehendakiNya dan membuat pilihan, tiadalah mereka (manusia) mempunyai pilihan apa-apa pun”. (Al-Qashah : 68)
“Apa yang dibukakan Allah bagi manusia dari rahmatNya (kurniaNya) tiada siapa yang dapat menghalangnya”. (Fathir : 2)
“Jika engkau disentuhkan Allah dengan bahaya, maka tiada siapapun yang dapat menghilangkannya bagimu, kecuali Dia sahaja”. (Al-An’am : 17)
ومن يتوكل على الله فهو حسبه
“Dan siapa yang menyerahkan dirinya (bertawakkal) kepada Allah, maka cukuplah Dia menjadi Pelindungnya”. (Ath-Thalaq : 3)
Bahawa ubudiyah (perhambaan) diasaskan atas sepuluh perkara:-
- 1. Bergantung harapan kepada Allah dalam segala sesuatu
- 2. Meridhai Allah dalam segala sesuatu.
- 3. Kembali kepada Allah dalam segala sesuatu.
- 4. Menunjukan keperluan (kefakiran) kepada Allah dalam segala sesuatu.
- 5. Menundukkan diri dengan meminta ampun dan bertaubat kepada Allah dalam segala sesuatu.
- 6. Bersabar dengan ujian Allah dalam segala sesuatu.
- 7. Memutuskan diri dari manusia kepada Allah dalam segala sesuatu.
- 8. Istiqamah dengan Allah dalam segala sesuatu.
- 9. Menyerah semua urusan kepada Allah dalam segala sesuatu.
- 10. Menyerah diri kepada Allah (bertawakkal) dalam segala sesuatu.
Inilah cabang-cabang keimanan dan kemakrifatan (pengenalan) kepada Allah SWT. Di mana kedudukan kita???
Wallahu a’alam.
No comments:
Post a Comment